Masjid PERSIS GBA 1 Bojongsoang
0 komentar Jumat, 24 Oktober 2008Selain Al Hikmah, ada masjid yang jaraknya lebih dekat dari rumah kontrakan saya, yaitu masjid PERSIS. Dinamakan begitu karena organisasi ini yang mungkin support dalam penyelenggaraan kegiatan masjid, termasuk mungkin bangunannya secara fisik.
Masjid Al Hikmah Bojongsoang
0 komentarMasjid Al Hikmah ini saat tulisan ini dibuat masih belum selesai pemugaran atau pembangunannya. Direncanakan dua tingkat, namun tingkat atasnya belum selesai, entah kehabisan dana atau bagaimana tuh, saya sendiri nggak tahu. Ciri bangunannya sih biasa saja, hanya yang agak unik di pintu dan jendelanya ada ornamen pemanis dari kayu yang membentuk bintang segi delapan. Tadinya saya mengira itu mirip swastika, takutnya kalau itu benar berarti pengurusnya nggak ada yang tahu tentang lambang itu dong. Tapi kayaknya sih bukan, kalau memang iya, pasti sudah lama banyak yang memprotesnya.
Pak Dadang ini pula yang dalam bulan Romadlon kemarin mengajarkan saya dan beberapa peserta pengajian lainnya tentang bagaimana mengurus jenasah. Kursus yang jarang-jarang ada, dan saya sangat beruntung sempat megikutinya. Alhamdulillah. Sempat saat itu saya mengajukan beberapa pertanyaan ke beliau.
Tentang sawah di depan masjid, sekitar dua hari lalu saya sempat melihat pemandangan yang menakjubkan, bagi saya. Menjelang maghrib, ketika saya lewat, agak kaget juga karena sawah sudah gundul, ternyata sedang ada panen. Orang-orang banyak berkerumun di rumah kecil yang ada di salah satu sudut sawah, dan saya lewati juga rumah itu. Saya melihat senyum dan canda orang-orang itu. Hepi banget, mungkin karena panen itu membuat mereka bisa mendapat supply bagi dapur mereka. Tampak truck mulai berangkat mengangkut karung-karung berisi gabah. Sayangnya, kok nggak pada berangkat sholat, padahal sudah adzan, dan mesjid berada persis di depan mereka semua. Saya sih berfikir positif saja, mungkin mereka sebentar lagi akan pulang, mandi dan segera juga melaksanakan sholat. Mungkin tidak segera ke masjid karena kondisi mereka sudah kotor dan berkeringat.
Masjid ini juga bercirikan nyaringnya anak-anak bercanda. Baru saja malam ini saya sholat isak di sana, wah sebelah saya terdapat anak-anak yang berceloteh dan malah maen tebak-tebakan, padahal waktu itu sedang dilaksanakan sholat berjamaah. Ampun deh anak-anak. Kenapa orang tuanya tidak bisa mendeteksi kenakalan mereka di masjid? Ataukah para orang tua sudah nggak peduli lagi dengan sifat cuek mereka ? Terus terang saya sendiri agak sungkan mau kasih nasehat, karena takutnya ada orang tua mereka di situ, yang bisa saja tidak terima kalau anaknya “dimarahi”. Tapi saya sih sadar, bahwa yang beginian sudah ada tradisinya sejak dulu, anak-anak pasti bikin ribut dan maen kejar-kejaran di masjid. Tapi kalau nggak ada mereka, pasti nggaks seru juga, asal jangan keterlaluan.
Ya begitulah masjid Al Hikmah ini, suatu masjid yang memberi kenangan tersendiri bagi saya, terutama saat saya menjalankan ibadah puasa tahun 2008 ini, walaupun tarawihnya nggak pernah di situ, karena kalau nggak salah saya pernah dengar kalau di masjid ini menggunakan sistem 23 rokaat tarawih plus witir-nya. Saya pendukung yanng 11 rokaat, walupun masih dengan alasan kekanakan dan nggak intelek, yaitu karena jumlah rokaatnya lebih kecil. He..he..
Saya berdoa agar saya dapat banyak limpahan rejeki dan kebahagiaan dari Allah di masjid ini. Dan semoga mesjid ini akan banyak membantu umat pencintanya untuk lebih taat lagi pada Allah.
Musholla Bikasoga Buah Batu
0 komentarIni musholla hanya saya kunjungi kalau sedang maen futsal di Bikasoga. Di tempat ini selain ada sarana futsal, juga ada kolam renang, gym, ruang serba guna, dan mungkin ada lainnya (saya sempat belum scanning secara rinci).
Sebenarnya musholla ini lumayan bersih juga, terutama yang nampak dominan adalah kebersihan lantai di depan ruang kamar mandi dan wudlu-nya, yg juga persis di depan pintu masjid. Di depan ada kursi kayu panjang tempat menunggu atau mungkin untuk tempat orang melepas dan memasang sepatu atau sekedar menunggu teman atau keluarganya yang mungkin sedang sholat.
Saya sempatkan untuk ambil beberapa gambar, walaupun dari sudut ”sekenanya”, hitung-hitung sebagai kenang-kenangan jika nanti sudah jarang ke sini lagi. Sempat ke mushola ini memang hanya saya lakukan seminggu sekali saja, itupun kalau saya dan teman-teman bermain futsal, dan itupun jika waktu sholatnya diperkirakan sudah agak mepet (he..he..), kalau masih lama deadline-nya, biasanya saya pilih sholat di rumah saja.
Ash-Shofia Dayeuhkolot, antara Masjid dan Pasar
0 komentar Sabtu, 18 Oktober 2008Masjid ini diresmikan sekitar tiga bulan lalu oleh Pak Jusuf Kalla, tepatnya tanggal 29 Agustus 2008, dua hari sebelum puasa. Terkenal dengan keunikannya memiliki konsep memadukan pasar dengan masjid, alias ya masjid ya pasar. Maksudnya adalah bahwa gedung dimana masjid ini berada memiliki tiga lantai. Lantai pertama digunakan untuk pasar, yang kebanyakannya menjual baju-baju, lantai dua untuk masjid khusus ikhwan dan lantai tiga untuk akhwatnya. Saya pernah baca di koran bahwa lantai tiga digunakan untuk TPA. Tapi tadi saya lupa membuktikannya, dan yang saya llihat tadi sih cuma ada masjid saja di atasnya. Jelas tidak kelihatan ada anak-anak sekolah TPA mungkin karena ini hari Sabtu atau karena harinya sudah sore.
Katanya pembangunan mesjid ini menghabiskan biaya Rp. 13 Milyar lebih. Kata Ash Shofia kira-kira kami arikan sebagai kelembutan, sedangkan pusat perniagaan diberi nama Raharja Plasa, dimana raharja diambil dari bahasa Sunda berarti kemakmuran atau kesejahteraan.
Masuk ke dalam ruang sholatnya sendiri, wah…lumayan juga. Terkesan cukup modern, dengan beberapa asesoris seperti speaker, lampu dan penataan mimbar yang lumayan uptodate. Saya jadi mikir nih, mungkin enak juga kalau tiap masjid besar yang baru selesai dibangun diresmikan oleh pejabat tinggi (negara), pasti akan dipoles dengan sungguh-sungguh. Wah, saya kok jadi rada suudzon gini ya.
Sempat saya sholat berjamaah ashar di sana. Alhamdulillah ya Allah, Engkau sempatkan hamba mencium lantai salah satu masjid indah-Mu ini. Semoga hati hamba Engkau rindukan dengan masjid ini dan masjid-masjid-Mu lainnya. Amin.
Bicara masjid, tentu saya menginginkan bisa menjadi sentra semua kegiatan yang positif, bukan melulu persoalan ibadah saja, tapi juga ekonomi, budaya dan politik serta tentunya pendidikan.
Sudah semakin langka saja tempat terbuka yang dapat dijadikan tempat “bermain dan kumpul-kumpul” para bocah-bocah kecil, remaja dan orang tua. Saya sangat mendukung jika program menjadikan masjid sebagai barang substitusi untuk hal itu, tapi tentu saja “bermain” di sini perlu diluruskan, bukan bermain dalam pengertian bercanda, teriak-teriak, kejar-kejaran. Tapi bermain dalam arti saling mengenal, saling memberi informasi yang bermanfaat dan saling membantu.
Saya termasuk orang yang tidak alergi dengan teriakan anak-anak yang bermain di sela-sela pengajian usai sholat maghrib yang dilakukannya misalnya, walaupun ada sebagian yang menganggapnya perlu diluruskan. Karena masjid tanpa suara anak-anak di dalamnya, terasa hambar. Biarlah mereka belajar mencintai masjidnya, dengan tidak menjadikan masjid terkesan “angker, galak, kaku”. Tentu saja jika berlebihan harus diluruskan juga, tentunya dengan penuh kasih sayang dan mekanisme pendidikan yang modern sesuai jaman namun tetap efektif.
Masjid Raya Bantul, Mimbar Gunungan yang Mempesona
0 komentar Sabtu, 04 Oktober 2008Masjid ini memiliki halaman yang sangat luas, dengan bangunan yang untuk ukuran umum masuk kategori besar. Maklum adalah masjid kabupaten.
Sayangnya masjid ini tidak memiliki tempat wudlu dan tempat buang air kecil yang indah nan sehat. Saya melihat fasilitasnya seolah hanya diatur sekenanya saja. Lantainya juga terkesan sudah lama, walaupun ruang wudlu nya sangat luas untuk ukuran kebanyakan masjid. Ya sudahlah, saya kok jadi agak geram juga dengan pengurusnya. Mendingan agak kecil saja tapi lantainya diganti putih dengan keran yang terkesan modern nan uptodate. Pasti ini masjid kelihatan lebih kinclong.
Masuk ke dalam ruang sholatnya sendiri, saya bersama Ibu menyempatkan sholat berjamah jamak untuk zhuhur dan ashar. Pelajaran kemarin sore dimana saya sholat ashar hampir menjelan maghrib di daerah Petanahaan gara-gara “sombong” tidak melakukan jamak saat diberi kesempatan Allah sholat Jumat di daerah sekitar Gombong, akibat kesulitan mencari masjid dalam perjalanan menyusuri Petanahan (kami mencoba menghindari macet menuju Jogja, jadi tidak melewati Purworejo, tapi dari Gombong kami belok kanan menuju Kulon Progo Joga lewat Petanahan, sekalian mencoba jalan Trans Jawa, kalau tidak salah, yang sudah jadi untuk beberapa kilometer menjelang sampai Jogja).
Lihat foto Ibu saya “bergaya” di dalam masjid Bantul ini. Tiangnya berukir gaya Jawa dengan mimbar yang dibelakangnya ada replika besar wayang “gunungan” namanya kalau tidak salah. Hm, Alhamdulillah Mom suka masuk-masuk ke masjid, semangat 45, seperti seringnya beliau kala bercerita tentang masjid Nabawi dan di Mekah juga masjid di Brunai yang dulu sempat beliau kunjungi saat umroh. Wah, saya kok jadi ngiri nih ama Mom. Allah, sempatkan hamba menginjak masjid-masjidmu di tanah Nabi hamba.
Keluar masjid, saya mendapati istri selesai makan rujak yang dijual di penjajanya menggunakan dorongan. Gantian saya menunggu adik-adik selesai sholat. Hm, menyenangkan juga suasana di halaman masjid ini. Saya sempat hampir limabelas menit ngobrol ngalor ngidul dengan Mom. Temanya saya lupa deh. Tapi deru hembus angin saat itu menyegarkan jiwa raga saya, dan itu juga yang saya harapkan akan terus dialami oleh Masjid Raya Bantul tercinta ini. Semoga Allah selalu menjagamu. Amin.